Sabtu, 04 April 2009

JANJI DAN AMUNISI

JANJI Dan AMUNISI
By. Rhey-z
Rakyat Indonesia lagi-lagi akan mengadakan pesta rakyat akbar yang akan dilaksanakan di 33 provinsi serentak diseluruh Indonesia dari ujung sabang sampai merauke mulai kota sampai pelosok desa. Yanch..PEMILU…inilah event yang ditunggu-tunggu oleh semua kalangan masyarakat baik rakyat maupun pejabat, baik polisi maupun politisi.
Pemilu selalu menjadi agenda wajib yang selalu bergulir setiap 5 tahun sekali sebagai wujud implementasi demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun dalam pelaksananya sering pemilu menjadi ajang money politic yang tidak sesuaai dengan adat ketimuran. Bahkan pemilu menjadi ajang koar-koar politisi terhadap janji-janji yang akan mereka lakukan seandainya mereka terpilih menjadi wakil rakyat.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa dalam rangka memuluskan langkah politisi-politisi menuju Senayan, berbagai macam cara mereka lakukan demi meraup simpati masyarakat, mulai dengan mengobral janji-janji, memberikan pengobatan gratis,memberikan sembako murah,serta kampanye terbuka dengan menghadirkan artis-artis ibu kota dengan iringan musik dangdut yang menggoyang masyarakat. Apakah goyangan artis yang dibutuhkn rakyat sekarang??..Bahkan Dalam sebuah kampanye terbuka sempat terlontar janji dari seorang calon anggota dewan yang akan siap ditembak apabila dia lupa dan tidak menepati janji yang sudah dia lambungkan. Yang menjadi permasalahan disini adalah siapa yang akan menembak???...dengan apa ditembak???..apakah ditembak dengan uang??.. apakah dengan aksi-aksi serentak dengan menggerakkan ribuan massa yang memadati gedung DPR-MPR bak lautan manusia??...
Sudah maklum dalam masyarakat bahwa seorang anggota dewan selalu bergelimang harta, menikmati fasilitas-fasilitas yang serba wuich… tentunya dengan gratis, semua serba VIP, selalu dengan pengawal-pengawal yang tinggi besar bak algojo yang selalu standby 24 jam non-stop tanpa henti laksana “anjing” yang siap menerkam orang-orang yang akan memegang pintu pagar rumahnya. Lalu bagaimana mungkin kita akan menembaknya??..bahkan mendekatinya saja sulit. Jangankan menagih janjinya mengingatkannya saja kita tak mampu. Mengutip pepatah “ibarat hati ingin merengkuh gunung namun Apalah daya tangan tak sampai”
Dalam hal ini peran serta partai politik yang telah mengusungnya dan menandunya menjadi anggota dewan sangatlah perlu. Partai politik sebagai “penjual” kader kepada masyarakat harus mampu me-monitoring product yang telah ia ciptakan yang telah berada dipasaran, jadi seandainya terdapat product gagal yang memang tidak layak dipasaran, maka ParPol berhak memberikan “Tembakan-Tembakan Peringatan” dalam rangka peringatan dini sehingga penyelewengan-penyelewangan yang dilakukan tidak akan terjadi. Namun apabila tembakan peringatan tersebut tidak mampu menghentikan arah laju gerak para penyeleweng maka ParPol selaku pemegang hak otoritas wajib memberikan “Tembakan Mematikan”
Terkait hal ini, terdapat benturan kepentingan antara anggota dewan, partai politik dan masyarakat. Sebuah lembaga penelitian menyebutkan bahwa niat awal seorang mencalonkan diri menjadi anggota dewan bukan untuk memajukan rakyat namun lebih mengarah kepada pencarian pekerjaan, hal ini terbukti bahwa kebanyakan para calon anggota dewan adalah pengangguran. Dari sini dapat kita ambil benang merah bahwa ada benturan kepentingan dalam diri seorang calon, urusan perut, urusan balas budi terhadap partai, urusan bagaimana agar balik modal dan yang terakhir adalah urusan rakyat, namun yang lebih dominan adalah urusan bagaimana agar balik modal dana kampane yang telah ia keluarkan dapat kembali dan kalau perlu untung yang lebih banyak sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menghalalkan segala cara termasuk uang pelicin tender, korupsi yang akahirnya melahirkan tikus-tikus senayan baru.
Peran serta masayrakat sangatlah penting dalam pesta demokrasi ini, masyarakat janganlah hanya menjadi lumbung-lumbung suara yang akan dimanfaatkan para politisi untuk mendongkrak polularitasnya hanya karena dengan iming-iming beras, sembako, uang dan bualan-bualan janji-janji manis yang tak pernah ada ujung pamngkalnya, namun masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi harus selektif untuk memilih, memilah calon yang akan mewakilinya dilihat dari sudut pandang bibit, bobot dan bebert-nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar