Sabtu, 04 April 2009

HUDUD DALAM ISLAM

HUDUD DALAM ISLAM
By. Rhey-Z

A. DESKRIPSI
Allah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna, dimana manusia diberikan anugerah berupa akal pikiran yang mampu untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil. Dalam rangka menjaga keseimbangan alam agar tetap sesuai dengan kehendak Syari’ maka diciptakanlah yang namanya hudud agar mampu menjaga keseimbangan alam / Sunnah Allah.
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Dalam kaitanya dengan hudud, Islam menciptakan berbagai macam aturan tentang had-had yang berlaku terhadap jarimah-jarimah yang telah diilakukan manusia. Sedikit banyak khalayak sudah tidak asing dengan istilah had dan hudud, namun pengetahuan tentang had dan hudud itu masih sebatas selayang selalu, maka dari itu untuk mendalami serta mengetahui khazanah keilmuan Islam yang digali langsung dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah maka dianggap perlu untuk menguraikan secara sepintas tentang had / hudud serta kepada pelaku jarimah apakah had / hudud itu diberikan.
Dalam Islam, had sendiri sebetulnya telah berlaku sejak Islam mulai berkembang di Arab, hal ini seiring diturunkanya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, mengingat bahwa sumber penggalian hukum/ dasar, sandaran hukum daripada pengadaan had/ hudud adalah Al-Quran.

B. PENGERTIAN HUDUD
Hudud diambil dari bahasa Arab, yang hudud sendiri merupakan bentuk jama’ dari lafadz had yang mempunyai arti “batas”, jadi menurut bahasa, hudud berarti batasan atau hukuman. Sedangkan menurut istilah, hudud berarti hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah SWT , sedangkan menurut Abdul Kadir Audah,, hudud yaitu hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah . Dalam definisi diatas, hukuman yang ditentukann berarti bahwa baik kwantitas maupun kwalitasnya ditentukan Allah dan tidak mengenal tingkatan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah hudud itu adalah sebagai berikut :
a. Hukumanya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimum maupun maximum.
b. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak manusia disamping hak Allah, maka yang lebih dominan adalah hak Allah.
Menurut Muhammad Ibnu Ibrohim Ibnu Jubair, yang tergolong kejahatan hudud ada 7 kejahatan yaitu : hudud zina, hudud qodzaf / menuduh zina, surb al-khomr, pencurian, perampokan/ hirabah, riddah/ murtad, pemberontakan / al baghyu. Beberapa sarjana mempertanyakan mengenai jumlah tindak pidana dalam golongan hudud ini, menurut beberapa pendapat jumlahnya 7 (tujuh) meliputi pencurian, zina, menuduh zina, hirabah, meminum khaomer, murtad, memberontak/bughot. Sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa hudud meliputi enam tindak pidana yaitu pencurian, zina, menuduh zina, hirobah, meminum khomer, murtad. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa hudud hanya mencakup empat tindak pidana karena keempat tindak pidana itulah yang secara jelas dilarang serta ditentukan hukumannya dalam Al Qur’an yaitu pencurian, zina, menuduh zina, serta hirabah. Ke-7 hudud tersebut akan dijelaskan pada penjelasan seelanjutnya
  
C. MACAM-MACAM HUDUD
1. HUDUD ZINA
Zina adalah memasukkan khasafah kepada farji atau dalam bahasa kerennya lebih dikenal dengan kata sex, menurut malikiyah, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf terhadap farji manusia yang bukan halal baginya dengan kesengajaan sedangkan menurut syafii’iyah, zina adalah memasukkan dzakar kedalam farji yang diharamkan karena dzatnya tanpa ada subhat dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat , jadi pada hakikatnya zina adalah memasukkan dzakar kedalam farji yang tidak halal baginya dan dalam keadaan yang sadar serta menimbulkan syahwat.
Dari definisi zina yang telah dikemukakan oleh para ulama’ dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah zina ada dua yaitu 1) persetubuhan yang diharamkan, (الوطء المحرم) dan adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum (تعمد الوطء او القصر الجنائ) . persetubuhan yang dapat dianggap sebagai zina adalah persetubuhan dalam farji atau kemaluan. Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan (khasyafah) telah masuk dalam farji walupun sedikit. Walupun antara zakar dan farji terdapat penghalang yang tipis yang tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Disamping itu untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had melainkan hanya tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta’zir walaupun perbuatannya merupakan pendahuluan daripada zina seperti cipokan, ciuman, berpelukan, bersunyi-sunyi dengan lawan jenis bukan mahrom, tidur bersama dalam satu ranjang, mufakhodzah (memasukkan penis diantara dua paha), memasukkan penis ke dalam mulut, sentuhan-sentuhan lembut dan menggairahkan serta merangsang diluar farji
Pada hakikatnya zina itu terbagi menjadi dua:
A. zina ghoiru muhson
hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah atau ghoiru muhson seperti disebutkan dalam surat An Nur ayat 2 
• •  •                           
Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S An Nur : 2)

B. Zina muhson
Hukuman bagi pelaku zina muhson yang sudah menikah menurut para ahli hukum Islam adalah rajam (dilempari batu sampai mati). Namun sebagian sarjana berpendapat bahwa hukuman bagi pezina muhson maupun ghoiru muhson adalah dera seratus kali seperti disebutkan dalam surat An Nur ayat 2. tetapi kebanyakan fuqoha’ berpendapat bahwa hukuman rajam harus tetap dilakukan bagi pezina muhson dan hal ini didasarkan pada sunnah nabi, dan karena hukuman rajampun tidak disebutkan dalam An Nur ayat 2. sabda nabi: “terimalah dariku!! Terimalah dariku !! terimalah dariku !! allah telah memberi jalan pada mereka. Bujangan yang berzina dengan bujangan dijilid seratus kali dan di asingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah kawin yang berzina didera seratus kali dan dirajam dengan batu” (HR. Muslim dari Ubadah bin Samit)
Zina dapat dibuktikan baik dengan pengakuan maupun persaksian. Pembuktian melalui saksi harus terpenuhi dengan adanya empat saksi laki-laki yang terpercaya dan para saksi menyatakan bahwa mereka menyaksikan hubungan seksual itu secara jelas. Yang tergolong kedalam zina diantaranya a) wath’i pada dubur (liwath) atau homoseksual, b) menyetubuhi mayat, c) menyeubuhi binatang, d) bersetubuh dengan adanya subhat.

2. QODZAF
Qodzaf dalam arti bahasa adalah الرمي بالحجارة ونحوها (melempar dengan batu dan lainnya) dalam istilah syara’ Abdul Qodir Audah mengklasifikasikan qodzaf menjadi dua macam yaitu 1) qodzaf yang diancam dengan hukuman had رمي المحصن بالزنا او نفي نسبه artinya menuduh orang yang muhson dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang menghilangkan nasabnya. 2) qodzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir pengertiannya adalah 
 الرمي بغير الزنا او نفي النسب سواء كان من رمي محصنا او غير محصن artinya “Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang dituduh itu muhshon atau ghoiru muhshon. 
Qodzaf termasuk perbuatan haram yang disepakati para ulama’, dan disepakati termasuk dosa besar yang pelakunya mendapatkan siksa atau adzab didunia dan akhirat. 
Dari definisi yang dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur qadzaf adalah sebagai berikut :
1. Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab 
2. Orang yang dituduh adalah orang yang muhshon
3. Adanya maksud jahat atau niat yang melawan hukum.
Pada dasarnya hukuman untuk jarimah qadzaf ada 2 macam yaitu :
1. hukuman pokok yaitu jilid atau Dera sebanyak 80 kali, hukuman ini merupakan hukuman had.
2. hukuman tambahan yaitu tidak diterima persaksiannya.
Kedua macam hukuman tersebut didasarkan kepada firman Allah surat an-nur ayat 4 yaitu :
                      
Artinya: “dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S An Nur 4)

3. SURB AL KHOMR
Asy Syurb menurut Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad adalah minum minuman yang memabukkan, baik minuman tersebut dinamakan khomer maupun bukan khomer, baik berasal dari perasan anggur maupun berasal dari bahan-bahan yang lain. Sedangkan menurut Abu Hanifah meminum minuman khomr saja, baik yang dimunum itu banyak ataupun sedikit. Jumhur ulama’ berpendapat meminum atau menghisab atau memakan semua jenis bahan yang memabukkan juga diharamkan, seperti ganja, heroin, ekstasi dan semacamnya. Seseorang dianggab meminum apabila barang yang diminumnya sampai ke tenggorokan. Apabila tidak sampai pada tenggorokan maka tidak dianggap minum.
Unsur-unsur jarimah minum khomr antara lain; 1) asy syurbu, 2) adanya niat yang melawan hukum. Pembuktian jarimah syurbu al khomr antara lain; dengan saksi, dengan pengakuan, dengan qorinah (bau minuman khomr, mabuk, muntah).
Larangan meminum minuman memabukkan berdasarkan pada ayat Al Qur’an: 
                 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Al Maidah 90)

Dalam Al Qur’an diatas menegaskan hukum bagi pelakunya, tetapi Rosulullah menjelaskan melalui sunnah fi’liyahnya yang diketahui bahwa hukuman dari jarimah ini adalah 40 kali dera. Abu bakar mengikuti jejak ini tapi Umar bin Khottob menjatuhkan sanksi 80 kali dera. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sanksi meminum khomar adalah 80 kali dera. Sedangkan Imam Syafi’i adalah 40 kali dera tapi ia kemudian ia menambahkan bahwa Imam boleh menambah menjadi 80 kali dera, jadi yang 40 kali adalah hukuman had dan sisanya adalah hukuman ta’zir. 

4. PENCURIAN
Pencurian adalah pengambilan harta milik orang lain secara diam-diam yang ada pada tempat selayaknya. Dasar hukum penjatuhan sanksi bagi jarimah as sariqoh adalah firman Allah Al Maidah 38;
                
Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S Al Maidah 38).
Unsur-unsur pencurian antara lain 1) pengambilan secara diam-diam, 2) barang yang diambil berupa harta, 3) harta tersebut milik orang lain, 4) adanya niat untuk melawan hukum.
Hukuman untuk tindak pidana pencurian. Apabila tindak pidana tidak dapat dibuktikan maka pencurian dapat dikenai 2 macam hukuman 
1) penggantian kerugian,
Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenai hukuman potong tangan. Dengan demikian menurut mereka hukuman potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dilaksanakan sekaligus sama-sama. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad hukuman potong tangan dan penggantian kerugian dapat dilakukan bersama-sama. Alasan mereka adalah bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang disinggung, pertama hak Allah dan kedua hak manusia. 
2) Hukuman potong tangan 
Merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana pencurian yang sesuai dengan Al Maidah 38 diatas. Hukuman potong tangan merupakan potong tangan yang tidak bisa digugurkan kecuali apabila dimaafkan oleh korban atau pemilik barang. Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencurian yang pertama, dengan cara memotong tangan kanan pencuri dari pergelangan tangannya. Apabila mencuri kedua kalinya maka dikenai potong kaki kirinya. Apabila mencuri lagi yang ketiga maka dipotong tangan kiri. Dan yang keempat kalinya dipotong kaki kanannya. Bila masih mencuri lagi maka ia dikenai hukuman ta’jir dan dipenjara seumur hidup atau sampai bertobat. Pendapat ini disepakati jumhur ulama yang berdasar pada hadist nabi yang berbunyi :
إن سرق فاقطعوا يده, ثم إن سرق فاقطعوا رجله, ثم إن سرق فاقطعوا يده, إن سرق فاقطعوا رجله 
Pencurian dalam syariat Islam ada dua macam yaitu pencurian yang hukumannya had dan pencurian yang hukumannya ta’zir, adapun pencurian yang hukumannya had terbagi menjadi dua bagian: yaitu pencurian ringan dan berat. Yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah jika pencurian ringan dengan cara sembunyi-sembunyi sedangkan pencurian berat dengan cara pemaksaan. Pecurian berat ini disebut juga jarimah hirabah. 

5. PERAMPOKAN / HIRABAH
Hirabah adalah keluar untuk mengambil harta, atau membunuh atau menakut-nakuti dengan cara kekerasan dengan berpegang kepada kekuatan dan jauh dari pertolongan atau bantuan, menurut Imam Syafi’i. Sedangkan menurut Hanafiah hirobah adalah keluar untuk mengambil harta dengan jalan kekerasan yang realisasinya menakut-nakuti orang yang lewat dijalan, atau mengambil jalan, atau membunuh orang.
Jarimah hirobah dapat dibuktikan dengan 2 alat bukti, 1) dengan saksi, 2) dengan pengakuan. 
Hukuman atau sanksi hirobah. Hukuman bagi jarimah ini ditegaskan dalam ayat alqur’an berikut al maidah 33
         •                             
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,(Q.S AL Maidah 33) 
Jarimah hirobah dapat terjadi dalam kasus-kasus: 
1) seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan memaksa, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh. Dalam hal ini pelaku hanya menakut-nakuti korban, dan hukumannya pengasingan (an nafyu)
2) mengambil harta tanpa membunuh. Dalam hal ini menurut Imam Abu Hanifah, Syafii, Imam Ahmad hukumannya adalah potong tangan dan kaki dengan bersilang, yaitu dipotong tangan kanan dan kaki kirirnya. Mereka beralasan dengan firman Allah surat al maidah 33.
3) Membunuh tanpa mengambil harta. Menurut Abu Hanifah, Imam Syafii, dan satu riwayat dari Imam Ahmad hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) sebagai hukuman had tanpa disalib. Sementara menurut riwayat yang lain dari imam ahmad dan salah satu pendapat syiah zaidiah disamping hukuman mati, pelaku juga disalib.
4) Membunuh dan mengambil harta dalam hal ini menurut imam Syafii, Imam Ahmad, Syiah Zaidiah, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad dari kelompok hanafiah, hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) dan disalib tanpa dipotong tangan dan kaki. 

6. RIDDAH /MURTAD
Riddah menurut bahasa الرجوع عن الشيئ الي غيره artinya kembali dari sesuatu ke sesuatau yang lain menurut istilah syara’ Riddah adalah kembali dari agama islam kepada kekafiran, baik dengan niat ataupun tidak atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran atau juga dengan ucapan.
Unsur-unsur jarimah riddah 
1) kembali (keluar dari Islam), 2) adanya niat ataupun tidak untuk yang menunjukkan keluar dari agama islam
hukuman untuk jarimah riddah 
nash yang berkaitan dengan murtad adalah ayat 217 surat al baqoroh.
                                                           •       
Artinya: mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Dalam suatu hadist nabi bersabda
وعن ابن عباس رضي الله عنه : قال رسول الله ص.م من بدل دينه فاقتلوا (رواه البخري)
Artinya: dari Ibnu Abbas ra ia berkata : telah bersabda rosulullah SAW ; barang siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah ia (H.R Bukhori)

Dapat diambil suatu kandungan hadist diatas bahwa hukuman bagi setiap orang yang murtad baik laki-laki maupun yang perempuan adalah hukuman mati. Adapan imam abu hanifah berpendapat bahwa perempuan tidak dihukum matikarena murtad karena melainkan dipaksa kembali kepada islam dengan jalan ditahan, dan dikeluarkan setiap hari dan ditawari untuk kembali kepada islam. Sedangkan menurut madzhab syafii terdapat dua pendapat, pertama diberi waktu 3 hari untuk berfikir kembali pada islam atau murtad, kedua ia langsung dibunuh pada saat itu apabila setelah diberi kesempatan ia tetap tidak mau bertobat. 
Meski demikian ada juga pendapat pakar hukum islam tentang hukuman bagi pelaku riddah. Syekh mahmud salthut yang mengatakan bahwa orang murtad itu sanksinya serahkan kepada allah, tidak ada sanksi duniawoi atasnya. Alasannya karena firman Allah dalam surat al baqoroh ayat 217 diatas hanya menunujukkan kesia-siaan amal kebaikan orang murtad. Dan sanksi akhirat yaitu kekal dalam neraka. 

7. PEMBERONTAKAN / AL-BAGHYU
Pemberontakan dalam arti bahasa adalah mencari atau menuntut sesuatu. Sedangkan istilah keluarnya kelompok yang memiliki kekuatan dan pemimpin yang diataati dari kepatuhan kepada negara imam dengan menggunakan alasan (takwil) yang tidak benar.
Hukuman jarimah pemberontakan . Larangan sekaligus ancaman hukuman bagi perbuatan ini dinyatakan dalam al qur’an surat al huhjurat ayat 9-10
                             •            •      
Artinya: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Tindak pidana pemberontakan seperti merusak jembatan, membom gudang amonisi, gedung-gedung pemerintahan atau membunuh pejabat atau menawannya, semua itu tidak dihukum dengan jarimah biasa melainkan dengan hukuman jarimah pemberontakan yaitu hukuman mati apabila tidak ada pengampunan (amnesti). Caranya dengan melakukan penumpasan yang bertujuan untuk menghentikan pemberontakannya dan melumpuhkannya.wallahu a’lam  
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar